Jangkungan : Mainan Sarat Pendidikan

Anak – anak didik baru saja selesai menyetorkan muraja’ah (pengulangan) hafalan mereka. Beberapa di antara mereka, ada yang kembali asyik dengan kitab suci mereka, mengisi sudut-sudut masjid untuk mencari ketenangan, atau bercengkrama ria di beranda masjid yang ada.

Senin sore ini, langit masih tampak cerah menambah gairah untuk menikmati semesta yang indah. Ku bereskan beberapa alat tulis dan mushaf Al-Quran, lalu memasukkannya ke handbag unik yang biasa ku bawa, walaupun warna hijaunya hampir usang dan sobekan besar mulai menganga. Tapi entah kenapa, aku masih suka menggunakannya.

Ada sesuatu yang menarik di luar sana. Sesuatu yang mengingatkanku pada beberapa tahun silam yang lalu. Sesuatu yang menggerakkan kakiku untuk bergerak, dan menghadirkan lagi keindahan di masa silam itu. Segera ku keluar masjid, tak tahan untuk bisa segera menyentuhnya lagi. Wow…, apakah itu?

“Syahid.., punya siapa itu? Boleh saya pinjam…?” Pintaku pada anak kelas X SMA itu.
“Boleh…., ini punya Haris pak…” Jawabnya segera sambil menyerahkan sepasang “benda kenangan” yang membuatku bernostalgia ke masa dahulu kala, Jangkungan (egrang).

“Sudah lama saya tidak mencoba lagi Jangkungan (egrang). Ini kali pertama setelah sekian lama tak lagi pernah mencobanya. Kecuali pada masa kecil dulu.” Gumamku sambil mencoba menaiki Jangkungan (egrang) dan melangkahkan kaki bersamanya. “Alhamdulillah, ternyata aku masih menggunakannya.” Lirihku dengan penuh bangga dan syukur.

Dengan mainan yang baru ku naiki lagi, saya jalan – jalan di pekarangan masjid, ke sana ke mari menikmati dan mensyukuri langkah kaki, menghadirkan kembali kenangan indah bersama teman-teman di desa yang telah sekian lama tersimpan di memori. Ahhh…, betapa indahnya saat itu.

********

Jangkungan (egrang), sebuah alat permainan sederhana yang biasa digunakan oleh anak-anak dan remaja di desa. Dengan sepasang tongkat tumpuan di kanan dan kiri setinggi +/- 2 meter yang terbuat dari bambu atau kayu, serta pijakan sepanjang 30 cm dari bahan yang sama. Tongkat dan pijakan digabungkan dengan cara dipaku pada ketinggian tongkat 50 -60 cm dari permukaan tanah (untuk lebih jelas silahkan lihat gambar).

Memainkan (naik) Jangkungan (egrang) tidak semudah yang dibayangkan. Bagi orang yang menonton dan menikmati keindahan anak-anak yang main Jangkungan (egrang), seperti tampak mudah untuk mengendarainya. Tapi saat mencoba, belum tentu bisa menaklukkannya. Perlu latihan dan pembiasaan yang rutin sebagaimana juga belajar bersepeda atau mengendarai motor. Karena diperlukan keberanian dan keseimbangan badan saat mengendarainya.

Pernah mencoba Jangkungan (egrang)? Jika belum, sesekali waktu bisa mencoba membuat dan mencobanya sendiri ya…. :)

Walau sebagai mainan pedesaan dan bahkan mungkin hampir punah dari peradaban, -- karena tergilas oleh game-game modern -- ternyata Jangkungan (egrang) merupakan mainan yang sarat memiliki nilai edukasi. Ya…., nilai pendidikan bagi kehidupan. Ini sih hanya hasil renungan saya saja, bukan hasil riset yang mendalam. Jadi, tidak menutup kemungkinan untuk terjadi perbedaan ya….

Apa nilai edukasi Jangkungan (egrang)?

Setidaknya ada beberapa hikmah dan pelajaran yang saya simpulkan dari Jangkungan (egrang). Di antaranya :
  • Permainan yang ramah lingkungan dan hemat energi. Tidak seperti halnya game-game modern yang menguras isi saku dan energi yang tersedia, listrik misalnya. Bahkan, Jangkungan (egrang) biasanya dibuat dari bambu-bambu atau kayu sisa pembangunan. Anak-anak dan remaja bisa berkreasi dengan memanfaatkan limbah yang ada. Tidak ada limbah berbahaya dari Jangkungan (egrang) yang sudah rusak, karena “bangkainya” bisa dijadikan kayu bakar.
  • Menumbuhkan keberanian dan semangat untuk bisa. Tak mudah lho untuk dapat berjalan di atas Jangkungan (egrang). Perlu usaha berkali-kali untuk bisa berdiri dan melangkah dengan pasti. Jatuh – bangun, jatuh – bangun, jatuh dan bangun lagi, hingga akhirnya bisa menikmati perjalanan. Kebiasaan ini, mengajarkan anak-anak untuk menjadi pribadi pemberani pada kebaikan dan tidak putus asa dalam menggapai impian. Sebagaimana mereka bermimpi untuk dapat berjalan di atas Jangkungan (egrang).
  • Permainan alternative yang juga solutif. Tak sekedar media bermain dan menghilangkan kepenatan, Jangkungan (egrang) juga memiliki fungsi yang solutif. Ia bisa menggantikan fungsi sandal atau sepatu bagi anak-anak yang tidak memiliki ke dua benda tersebut. Mereka bisa berjalan kemana pun mereka mau dengan hanya menggunakan Jangkungan (egrang) tersebut. Tapi hal ini sangat jarang sekali ditemukan. Kalaupun mereka main Jangkungan (egrang), biasanya mereka tetap membawa sandal.
  • Tidak ada pengaruh negatif sebagaimana sering ditemukan pada game-game modern lainnya. Jangkungan (egrang) adalah permainan lokal yang alamiah dan tak terpengaruhi budaya-budaya asing yang negatif. Sehingga tidak dikhawatirkan akan mempengaruhi akhlak dan kepribadian anak-anak kita.
Baru itu saja hikmah yang dapat saya simpulkan dari Jangkungan (egrang), permainan sederhana yang saya coba kembali di Senin sore kemarin…. Ternyata asyik juga main kembali Jangkungan (egrang), walau di usia dewasa seperti ini… hehe… Inget! Bukan masa kecil kurang bahagia lho….

Ayo, bagi yang belum pernah mencoba Jangkungan (egrang), segeralah membuatnya dan pakai sendiri jalan-jalan. Jika belum bisa membuat sendiri, minta dibuatin deh ke tukang kayu, insya Allah mereka bisa membuatkan, yang penting siapkan saja buruhannya bagi mereka. Pasti atuh itu mah ya….

Sahabat, selamat berjangkungan (egrang) ria ya… Sesekali, tampaknya asyik kalau ada acara jalan sehat pake Jangkungan (egrang)…. Semoga nanti ada yang menggagas ya…. Atau mungkin kamu siap menjadi panitianya? Siapkan saja hadiahnya yang menarik, asyik dan unik. Nanti saya ikutan…, insya Allah.

Belum ada Komentar untuk "Jangkungan : Mainan Sarat Pendidikan"

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? Tuliskan komentar anda pada di bawah ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel