Mengikat Ide

Biacara masalah literasi, seringkali saya menemukan "tarian gagasan" yang berseliweran. Gagasan ini, itu, dan sebagainya. Ada yang memiliki korelasi satu sama lain, kadang ada pula yang tak nyambung sama sekali. Loncat sana, loncat sini. (memangnya kutu…. He..) Pada saat yang sama, ada azzam yang kuat untuk segera menuliskan semuanya. Namun pada akhirnya, tetap harus ada skala prioritas, mana yang bagus didahulukan, dan mana pula yang tepat ditulis belakangan.

Menurut para senior, proses seperti di atas adalah sesuatu yang wajar. Bahkan kalau boleh dibilang, dunia penulis memang seperti itu. Sering diserbu oleh berbagai ide dan gagasan yang terbang berseliweran. Sampai saat di toilet sekalipun (upz… maaf). Bahkan sampai ada ungkapan menarik, “Tempat yang paling asyik untuk mencari inspirasi adalah toilet.” Wah…, berlebihan sekali ya… Tapi, memang benar juga, saya sendiri sering mengalaminya… Hehe..

Untuk mengantisipasi lupa atau hilangnya inspirasi dan ide yang datang, sebuah keharusan bagi penulis (pemula) untuk senantiasa membawa catatan kecil kemana pun pergi, guna mencatat ide dan inspirasi. Kalau sudah diikat dengan catatan, akan mudah sekali bila suatu saat nanti kita akan mencurahkannya dalam tulisan. Tinggal buka saja catatan tersebut.

Seiring dengan perkembangan teknologi, media untuk mencatat ide sangat beragam. Bisa di handphone, i-pad, e-pad, note pad, ataupun di catatan kertas biasa saja. Toh intinya sama saja, untuk mengikat ide dan gagasan. Tinggal dikondisikan saja dengan tingkat kebutuhan kita, bukan sekedar keinginan ya… Artinya, media tersebut harus benar-benar bermanfaat dan produktif untuk membantu kita mewujudkan apa yang diharapkan.

Kembali ke “tarian gagasan”. Di satu sisi, kaya akan ide serta gagasan merupakan suatu keberuntungan untuk menghasilkan varian tulisan yang unik dan menarik. Tapi, ada kalanya hal itu justru menahan penulis (pemula) untuk segera dan leluasa melangkah dalam menjabarkan serta menuliskan ide-idenya. Ia hanya sibuk dengan mengkoleksi ide dan mikir lama untuk memilih ide yang paling baik. Padahal sebagai penulis (pemula), sebaiknya tulis saja dulu apa yang ada, tanpa harus berpikir panjang baik-buruknya gagasan yang dituliskan. Karena esensi untuk saat ini adalah belajar menuangkan ide dan menyusunnya dalam bentuk kata-kata.

Dari mana memulainya?

Mulailah dari apa yang kita bisa. Lebih mudah lagi, dari apa yang ada di benak dan pikiran, dari apa yang sedang dirasakan. Sehingga lebih mudah untuk dituliskan dan akan diri kita menjiwai. Hasilnya, tulisan akan mengalir dan lebih berkesan. Silahkan coba saja sendiri.

Misalnya, yang lagi bahagia, ungkapin kebahagiaannya. Yang lagi BT (butuh taushiyah), tuliskan saja. Yang lagi mencari cinta, ungkapkan saja, semoga saja nanti ada bidadari yang siap menemani. Yang lagi putus cinta, cari tambang dan hubungkan lagi (awas! Bukan gantung diri ya… he..).

Menurut berbagai penelitian, menuliskan berbagai perasaan jiwa akan mengobati apa yang sedang terjadi dan meningkatkan imunitas kesehatan. Apapun itu. Kebahagiaan, kesyukuran, kebencian, kekesalan, dan sebagainya. Jadi, kalau ada seseorang di antara kita yang sedang berkecamuk rasa benci di dada, tuliskan saja kebencian itu di kertas. Siapa yang dibenci, alasan kamu membencinya, apa akibat dari membenci, dan seterusnya. Dijamin deh kamu bakalan tobat, nggak bakalan lagi membenci orang lain, bahkan jadi pemaaf. Insya Allah.

Bukankah itu narsis?

Siapa bilang itu narsis? Cara pandangnya saja yang belum benar. Sekarang, guru-guru kepenulisan di berbagai komunitas kepenulisan sering menganjurkan peserta didiknya untuk memiliki Blog. Ya…, mereka harus Go-Blog! Ada yang belum tahu Blog? Aduh kemana saja sih kamu… Blog tuh seperti halaman yang kamu baca ini. Secara sederhana, bisa dikata sebagai website personal lah..

Dengan keberadaan Blog yang dapat dimiliki secara gretongan, kita dapat mempublikasikan berbagai tulisan. Apapun itu. Terserah kita. Blog layaknya diary yang akan mendokumentasikan perjalanan harian kita. Lebih dari itu, Blog sebagai media latihan untuk mengasah dan meningkatkan keterampilan menulis kita. Bahkan ada yang menjadikan blog sebagai mesin ATM untuk mendulang uang, bisnis maksudnya. Jadi, mempublikasikan tulisan di Blog bukan narsis bin ‘ujub (berbangga diri) bin riya (ingin pujian orang lain) lho… Tergantung niat kita. Adapun penilaian orang lain, terserah mereka saja. Dan cukup kita katakan, “Terima kasih teman”.

Bagi yang belum punya blog dan ingin memilikinya, silahkan berkunjung ke sini nih… www.tebar1000blog.blogspot.com. Semoga saja bisa terjalin silaturrahmi yang baik di antara kita.


Belum ada Komentar untuk "Mengikat Ide"

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? Tuliskan komentar anda pada di bawah ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel