Pokoknya Aku Ingin Jadi Penulis
Sabtu, 10 Maret 2012
Tulis Komentar
Aku tidak lagi menghiraukan semua anggapan orang lain, bahwa akau tidak akan pandai menulis, apalagi menjadi seorang penulis. Katanya, dalam diriku tidak ada darah dari trah seorang penulis. Masa bodoh dengan semua itu. Pokoknya aku ingin dan harus menjadi penulis, insya Allah. Buktinya sekarang aku mulai menulis. Walaupun tidak tahu harus apa lagi yang kutulis. Yang jelas aku akan menulis apa yang terlintas di benak pikiranku. Begitu wasiat berharga dari para penulis senior yang ku temukan di beberapa catatan. Kata mereka, tulis saja apa yang kamu mau, yang terlintas di pikiranmu, dan jangan pernah merasa terkekang dengan aturan baku penulisan. Maka engkau akan bisa menulis bagaikan air mengalir dari ketinggian air terjun. Bila kamu mencobanya, maka kamu baru akan sadar, bahwa sesungguhnya kamu itu bisa, kamu bisa menulis, bahkan bisa menandingi JK. Rowling yang menulis buku Harry Potter itu. Eh… ternyata aku juga bisa, tuh lihat sudah dapat satu paragraph.
Wah… apalagi ya yang harus ku tulis.. :) Oh iya…, tadi malam aku dapat sms dari seorang teman yang terkesan kurang ramah dan membuat tidak enak di hati. Maka aku tuangkan perasaan itu di sini. Menurut penulis senior, jika perasaan dituangkan dalam tulisan, maka beban itu akan terasa hilang, atau paling tidak akan terasa ringan, dan kamu akan puas untuk menumpahkannya semaumu, ya.. semau aku. Imbuhnya, kamu bebas mengekspresikan apapun dalam tulisan itu. Marah, benci, sakit hati, suka, cinta, boleh kamu tumpahkan sejadi-jadinya. Tapi aku pikir, kalau akau se bombastis gitu, nanti siapa yang menemani aku menangis, hiks… hiks…..
Sebenarnya, keinginanku untuk menulis sudah ada sejak lama, sejak aku menginjak remaja. Tapi keinginan itu tidak tumbuh mekar bagaikan bunga di taman. Maklum, tidak ada pembimbing khusus atau mentor yang selalu memotivasi untuk terus berkembang. Tapi aku tidak akan pernah patah arang. Aku akan memulainya lagi, walau harus dari awal. Menyusun kata demi kata, walau belum tentu enak untuk dibaca. Yang penting aku sudah menulis. Ku azzamkan untuk terus menulis setiap hari, sekalipun hanya satu atau dua halaman yang ku hasilkan. Yang penting, inilah karyaku sebagai bentuk kesungguhan untuk mewujudkan impian, impian untuk menjadi penulis, sebagaimana para pendahulu yang telah tiada tapi mereka tetap dikenang sepanjang masa. Karena mereka meninggalkan karya, karya tulis yang menjadi rujukan di sepanjang peradaban. Al-Ghazali misalnya.
Ini adalah paragraph ke empat, dan belum mencapai satu halaman. Padahal mimpiku adalah setiap hari minimal menghasilkan 2 pembahasan yang berbeda. Tulisanku yang ini merupakan tulisan ke dua yang aku tulis pada hari ini, Sabtu 10 Maret 2012. Tulisan pertamanya tadi sudah selesai lebih dulu. Mau tahu judulnya? Nih.. aku kasih bocoran judulnya, sebelum nanti muncul di Koran Harian Umum nasional, he.... (pede banget ya.. tulisannya ingin masuk Koran). Tapi kan aku tidak salah, dari pada tidak pernah bermimpi dan mencoba sama sekali.
Judul tulisan pertama pada hari ini adalah “Peliharalah Keanggunanmu”. Judulnya tampak feminim banget ya…, tapi tidak dengan isinya, cowok banget, insya Allah. Di sana disampaikan mengenai penilaian seorang laki-laki terhadap fenomena umum wanita yang tampak hilang keanggunannya yang menjadi kodratnya. Harapannya, ini bisa menjadi tadzkirah (pengingat) bagi siapapun di antara kita yang alpa, dan menjadi penggugah di saat iman melemah.
Kok jadi seriously begini ya..? Kita kembali lagi ke cita-cita menjadi penulis. Aku punya cerita pribadi yang sering membuat asaku untuk menjadi penulis professional bangkit lagi lho… Mau tahu atau tidak? Kalau tidak mau, yang sudah dengarkan saja.. :)
Ceritanya begini.. Di kota kembang tempat dulu aku berkelana (seperti pendekar saja ya… he..) ada sebuah lembaga yang menerbitkan sebuah majalah. Ukurannya tidak terlalu tebal, terlalu tipis juga tidak. Sedang-sedang saja lah. Aku sering mendapatkan majalah itu, walaupun tidak rutin setiap bulan. Dari beberapa rubric yang ada, tenyata ada rubrik yang terbuka untuk pembaca. Jika tidak salah, nama rubriknya adalah “kisah inspiratif”; jika tidak benar, berate buakn itu, he… he… Bagi pengirim tulisan yang tulisannya dimuat, disediakan honor tulisan secukupnya. Demikian tulisan yang tertera di lembar redaksi yang ada.
Melihat info itu, keinginanku untuk mengirimkan tulisan sangat menggebu-gebu. Sejujurnya, motiv saat itu untuk menulis adalah karena uang, saya ingin mendapat uang tambahan dari mengirimkan tulisan. Menurut penulis senior, ternyata motif seperti itu tidaklah salah, sekalipun sesungguhnya bukan hanya motif itu saja yang dapat memompa semangat agar punya keinginan kuat untuk menulis. Ada motif-motif lain yang bisa dihadirkan untuk mengkatrol semangat menulis, demikian imbuhnya.
Saat itu, aku mulai menggerakkan mouse dan menekan-nekan tuts keyboard yang ada di hadapanku. Untuk sebuah tulisan yang akan dikirimkan ke redaksi majalah yang ada di kota tempat tinggalku. Tak lama, tulisan itu selesai juga. Bercerita tentang pengalaman nyata yang pernah aku alami. Dengan harapan, semoga jika dibaca oleh pembaca yang lain, ada hikmah dan pelajaran yang bisa diambil dan untuk dilakukan dalam kehidupan. Judul tulisan saat itu adalah, “Cara Lain Bersedekah”.
Beberapa minggu berlalu. Bahkan aku hampir lupa, kalau aku telah mengirimkan tulisan ke redaktur majalah itu. Di pagi menjelang siang, di HP ku ada yang tak biasa, ada panggilan dari nomor yang belum terdaftar. Aku angkat dengan sigap dan cepat. Ternyata ia dari redaktur majalah yang aku maksud. Ia meminta nomor rekeningku untuk transfer honor tulisan. Alhamdulillah, betapa girang dan bersyukurnya kau saat itu. Maklum, baru kali ini aku akan menerima honor tulisan.
Sampai di sini saja dulu ah…., nanti disambung lagi ya… :)
Belum ada Komentar untuk "Pokoknya Aku Ingin Jadi Penulis"
Posting Komentar