Senyuman Indah Penuh Berkah
Minggu, 18 Maret 2012
1 Komentar
Sungguh, saat itu aku tak berani menyapanya lebih dulu. Pikirku, mungkin dia juga demikian, tak akan berani seperti apa yang aku rasakan. Bahkan aku berpikir sendiri, kenapa perasaanku jadi seperti ini? Mungkinkah ini asa yang biasa disebut cinta oleh sang pemuda? Mungkin benar adanya. Karena perasaan ini hadir tak seperti biasanya.
Bukan khalwat (berduaan lain mahram) yang ku lakukan, tapi aktifitas bersama-sama dalam sebuah kegiatan. Banyak orang di sekitar yang juga hadir menjadi saksi atas hati yang berdebar-debar. Oh… mungkinkan ini perasaan yang juga dirasakan Mang Udin dan Bi Icih saat pertama kali bertemu tempo dulu? Sebuah perasaan yang mengantarkan mereka pada jalinan pernikahan. Ahh… betapa indahnya kisah Mang Udin dan Bi Icih! Mungkinkan kisah mereka bisa terulang kembali oleh diriku? Semoga saja… :)
Dalam ketenangan pagi yang baru menyapa, dan mentari yang hendak menampakkan diri, perasaan itu semakin menggebu-gebu. Haruskah aku yang menyapanya terlebih dahulu? Semuanya masih terdiam, masing-masing pada jaim, bak yang tak memendam rasa apapun. Padahal kalau kamu tahu, ingin sekali aku menyapanya lebih dulu.
“Akh… antum alumni UPI juga ya….?” Sebuah suara lembut memecah keheningan. Suara yang ditunggu-ditunggu sejak aku duduk di bangku. Suara yang menyadarkankanku, ternyata ia lebih berani dariku. Weh… weh…., aku jadi malu dengan diriku.
“Benar… Kok anti (kamu) tahu?” jawabku singkat dengan maksud menyembunyikan sedikit rasa gugupku.
“Saya tahu dari Mas Ahmad, ia kakak iparku. Katanya, saat di Bandung ia cukup lama mengenal antum. Bahkan Mbak saya sendiri, merupakan adik angkatan antum di jurusan MIPA. Jadi aku banyak tahu dari mereka” Tukasnya dengan cerdas dan penuh antusias.
“Oh begitu… Berarti anti adiknya Mbak Fitri ya…?” Tanyaku dengan kesan lebih cair.
“Ya.. tepat banget…. “ jawabnya penuh semangat dan senyum merona. Senyuman bidadari yang bertahtakan intan mutiara. Weh.. weh… bikin perasaan hati semakin menjadi-jadi.
Subhanallah… betapa sempitnya dunia, gumamku dalam benak. Ternyata Salma adalah adik ipar Bang Ahmad. Pantas saja, beberapa waktu yang lalu, si ibu penjual nasi goreng langgananku pernah bekata, akhwat yang aku kenal ini adalah adiknya Mbak Fitri yang merupakan istri Bang Ahmad. Entah apa pula maksudnya, ia tiba-tiba menyampaikan hal itu padaku. Padahal saya tidak bertanya padanya lho…. Tapi, ternyata itu adalah isyarat berharga bagiku.... :)
Mentari semakin merangkak menyingsingkan awan yang sejak tadi menghiasi perbincangan dan gelora asa di dada sang pemuda. Menghilangkan kekakuan, rasa malu dan ragu yang mengahantui sejak beberapa bulan yang lalu. Subhanallah.., betapa indahnya dunia… Dunia mengamini kebahagiaan anak manusia yang sedang menikmati indahnya bunga-bunga cinta yang tumbuh mekar di taman hati, mensyukuri naluri cinta yang diberikan Allah azza wa jalla sebagai fitrah dalam diri manusia.
********
Segudang aktivitas dihadapan harus segera tuntas. Satu persatu dijalani dan dikerjakan, hingga akhirnya ada saja kesempatan untuk meneruskan perbincangan. Perbincangan ringan yang sopan, obrolan mengenai ragam aktivitas lain yang sekarang dijalani.
“Kabarnya, anti aktif di KAMMI juga ya…?” Aku memberanikan diri membuka lagi perbincangan.
“Ya… Alhamdulillah, sudah sekitar 1 tahun ini saya aktif di sana. Selain banyak ilmu dan pengalaman yang didapat, juga belajar untuk peduli dan mencari solusi atas beragam problematika ummat” Jawabnya singkat penuh tawadhu layaknya seorang diplomat.
Pantas saja, di LDK kampusnya ia diamanahi sebagai Kabid Kemuslimahan dan beragam amanah organisasi lainnya. Pribadinya supel. Kearifan dan keramahannya dalam berinteraksi dengan sesama membuatnya mudah untuk diterima setiap orang yang berjumpa dengannya. Satu nilai lebih yang tidak banyak ditemukan pada banyak Muslimah lainnya. Subhanallah…, dia gue banget friend..! :)
Obrolan ringan terus berjalan tanpa hambatan, sehingga banyak hal tentang diriku yang ia ketahui, dan demikian pula sebaliknya banyak hal baru yang aku ketahui tentang dirinya. Tentunya dalam batas-batas yang wajar dan tidak menyalahi norma dan aturan. Walau akhirnya obrolan sesekali harus terhenti, untuk menuntaskan pekerjaan yang kembali menanti.
*******
Ada perasaan berbeda yang menyelimuti hatiku. Tak seperti biasanya. Ada simpati dan kagum di hati saat terlibat perbincangan dengannya. Balutan jilbab yang dikenakannya tak dapat menyembunyikan indahnya pesona senyuman yang membuat hati terpana. Plus keramahan dan kelembutan yang membuat setiap hati bisa tertawan.
Kenapa perasaan ini tiba-tiba muncul adanya? Apakah dirinya juga merasakan seperti yang aku rasakan? Haruskah aku menyampaikan bahwa aku menyukai kepribadiannya yang menawan? Mungkinkah ia menerima kehadiran diriku di hatinya? Ahhhh… semua pertanyaan itu semakin membuat diriku terpaku dalam khayalan yang menghiasi pikiran.
Duh… ya Rabbiy…, jika ia adalah calon pendamping hidup terbaik yang Engkau hadirkan, tautkan hati kami untuk senantisa berada di jalan-Mu. Jangan Engkau bukakan pintu-pintu kemaksiatan yang dapat menjerumuskan kami dalam jurang kenistaan dan kehinaan. Cukuplah Engkau sebagai saksi bahwa hati ini merindu ketenangan untuk berdampingan secara halal dengan orang yang engkau hadirkan di hadapan.
*******
“Allahu Akbar Allahu Akbar!”
“Allahu Akbar Allahu Akbar!”
Suara alarm adzan menggema di telinga. Alarm di handphone yang ku setting jam 03.00 wib sebelum merebahkan badan dan menyerahkan segala urusan pada-Nya. Suaranya nyaring berulang-ulang merayuku untuk segera qiyamullail dan munajat pada-Nya. Dalam keadaan setengah sadar, ku coba membuka mata dan memastikan keberadaanku yang sesungguhnya. “Dimanakah aku berada? Mana Salma yang sedari tadi duduk menemani?”
“Oh… Rabbiy… ternyata semua itu adalah mimpi.” Gumamku dalam hati. Bunga tidur yang indah dan berharap ku kembali bisa mengulangngnya. Menyapa Salma dan menangkap senyumnya yang indah merekah. Tapi, mungkinkah itu kembali terjadi?
Tak ada penyesalan walau itu bukan sungguhan. Tak ada rasa kecewa walau kehadirannya menghilang tiba-tiba. Ku sampaikan segala asa dan harapku dalam setiap sujud dan munajat cinta pada-Nya, saat kesyahduan di penghujung malam menjadi moment berharga untuk menyampaikan impian pada Pemilik kehidupan. Semoga saja di pagi hari ini ku bertemu bidadari yang dikirim ilahi ke muka bumi untuk menemani perjalanan meniti tangga-tangga ketaatan dan taqarrub kepada-Nya.
[Sabtu, 17 Maret 2012]
salam..... nice posting... :)
BalasHapus