Mempertahankan Keimanan Di Tengah Ujian
Sabtu, 27 September 2014
Tulis Komentar
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS. Al-‘Ankabut [29] : 02)
Orang yang beriman dengan sebenar-benar keimanan akan mendapatkan berbagai pahala, keutamaan dan kemuliaan di sisi Allah Swt. Hal demikian sebagai balasan atas kesungguhan dan keistiqomahan dalam melaksanakan berbagai ketaatan kepada-Nya. Baik di kala suka maupun duka, saat indah maupun gelisah. Tak ada beda antara keduanya. Tak ada yang membuat mereka gentar untuk beramal.
Menjalankan ketaatan (ibadah) memerlukan kesabaran. Setiap jenis ibadah dan amaliah hasanah memiliki ujian dan tantangan. Berat untuk berbuat, lelah untuk melangkah, dan malas bergegas merupakan tantangan-tantangan kebaikan yang seringkali menghampiri.
Bila memperhatikan ayat di atas, setiap orang beriman sejatinya ia akan senantiasa diuji oleh Allah Swt. dengan ujian-ujian yang dikehendaki-Nya. Tentu ujian yang sesuai dengan kadar kemampuan hamba-Nya. Dengan ujian tersebut, sekaligus akan tersaring mana orang-orang yang memegang teguh keimanannya dan mana orang-orang yang dengan mudah melepaskannya begitu saja.
Kisah-kisah generasi terdahulu dapat menjadi pelajaran bagi kita, bagaimana mereka mempertahankan keimanan di tengah-tengah ujian keimanan. Ashabul Ukhdud, misalnya. Mereka dihadapkan pada ancaman penguasa untuk menanggalkan keimanan kepada Allah Swt atau selamat dari ancaman kematian. Mereka lebih memilih teguh dalam keimanan walaupun kobaran api menyala harus mengakhiri jiwa dan raga. Semua itu lahir dari keyakinan yang mendalam, bahwa apa yang ada di sisi Allah Swt. lebih baik dari dunia dan segala isinya.
“Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabut [29]: 03)
Ragam Ujian
Ujian keimanan tak melulu sesuatu yang menakutkan, menegangkan, atau membuat hidup terasa tak aman. Ujian keimanan bisa hadir dalam bentuk kelapangan, kenyamanan, kemudahan, dan kemelimpahan yang melenakkan kehidupan. Harta, tahta, dan wanita seringkali menjadi pintu malapetaka ketika tidak diposisikan sesuai keharusan. Diri kita sering alfa, bahwa semua itu juga merupakan ujian yang bisa merontokkan keimanan.
Harta yang tidak digunakan dalam ragam kebaikan, jabatan yang disalahgunakan, atau kenyamanan keluarga yang membuat jiwa semakin lemah dalam menghamba (ibadah), merupakan sikap yang mencerminkan tidak lulus ujian keimanan dalam bentuk kelapangan dan kenyamanan.
Untuk evaluasi, dengan mudah kita bisa mengoreksi diri. Apakah kemelimpahan dan kenyamanan yang ada membuat kita semakin bertaqwa atau tidak? Misalnya, tetap istiqamah dalam tilawah, konsisten shalat berjama’ah, dan berbagai amaliah hasanah lainnya.
Sebagai orang beriman, kita harus senantiasa hati-hati, mawas diri dan terus taqarrub kepada ilahi, agar Ia memberikan kita kekokohkan iman, walaupun berbagai ujian datang silih berganti. Maka berbahagialah orang-orang yang Allah Swt. berikan taufiq dan hidayah untuk tetap melaksanakan berbagai kebaikan di tengah-tengah berbagai ujian keimanan.
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Buruj [85] : 11)
Belum ada Komentar untuk "Mempertahankan Keimanan Di Tengah Ujian"
Posting Komentar