Komitmen Bersama Kunci Kebahagiaan Keluarga

Aduhh…., sebetulnya aku nggak banget ngebahas bab seperti ini, sebab aku sendiri belum menjalani. Tapi aku pikir rugi banget jika tidak menuliskannya, yaitu pesan berharga dari sang tetua warga; saat aku bersilaturrahim padanya di sore senja, menghadiri permintaan untuk membekam (hijamah) dirinya.

“Pak…, saya pamit dulu untuk pulang, sudah hampir sore. Semoga kesehatan bapak segera pulih seperti biasa.” Ucapku selesai membereskan peralatan hijamah (bekam) yang tadi dipakai.

“He…, tunggu dulu. Nggak usah terburu-buru. Kita ngobrol saja dulu, atau diskusi. Iya kan…?” Sahutnya menawarkan.

“Iya juga ya… Jarang kesempatan seperti ini berulang.” Benakku bergumam. “Oke deh…. Saya menimba ilmu dan inspirasi dulu dari bapak di sini.” Timpalku penuh semangat.

*********

Obrolan pun berjalan mengalir ke sana ke mari. Banyak hal jadi bahan pembicaraan. Salah satunya adalah bab membina keluarga. Sekalipun aku sendiri belum berkeluarga. Tapi paling tidak, ini akan menjadi bekal berharga menuju keluarga bahagia yang didamba. Right?

“Syamil, Alhamdulillah pada bulan ini, pernikahan kami hampir genap 16 tahun. Allah Swt. telah mengkaruniakan kepada kami ketentraman, keharmonisan, dan keturunan yang semoga shalih/shalihat semuanya. Tidak pernah ada problem besar terjadi di antara kami, atau antar dua keluarga besar yang ada, kecuali percikan-percikan kecil yang semakin mendewasakan kami dan menambah kasih sayang yang ada.” Paparnya mengawali.

“Subhanallah… Betapa bahagianya keluarga bapak ya…. Apa sih resep atau kuncinya pak?” Tanyaku penasaran.

“Kuncinya adalah, setelah akad nikah nanti, kedua belah pasangan harus membangun KOMITMEN BERSAMA untuk berbagai hal yang ingin dicapainya di masa depan, serta berbagai hal yang masih berkaitan dengan keluarga besar ke dua belah pihak dan kebaikan mereka.” Tegasnya penuh semangat.

*********

Sekitar 30 menit obrolan itu berjalan. Ku temukan inspirasi dan ilmu berharga di sore senja. Tentang membina keluarga dan dinamikanya yang biasa ada. “Wuih…., jadi ingin segera berkeluarga.” Heheh…

Sahabat, nih aku simpulkan beberapa pesan yang aku dapatkan dari obrolan di sore itu. Catat ya…, agar tak lupa. 

Pertama, buatlah komitmen bersama sedari awal tentang berbagai hal dalam kehidupan berkeluarga. Kalau mungkin, buatlah komitmen pada malam pertama itu juga. (wuih…, kebangetan ya… ^_^ Yang pasti, jangan ditunda-tunda sehingga jadi lupa ye..) 

Kedua, komitmen tentang apa? Banyak sob… Misalnya komitmen dalam mengahadapi beberapa hal di bawah ini. 

A. Masalah keluarga. Bila terjadi kesalahpahaman di antara pasangan, berkomitmenlah untuk menyelesaikan masalah tersebut hari itu juga atau tidak lebih dari 3 hari, serta masalah itu tidak dulu di bawa ke pihak ke 3. Misal kepada orang tua masing-masing dari ke dua belah pihak. Terlebih kepada orang lain yang tidak ada hubungan apapun sama sekali. Kecuali jika permasalahan itu sudah benar-benar berat adanya, boleh dibawa ke pihak ke tiga. Misal ke ustadz yang dapat memberikan nasihat dan petuah.

Kenapa tidak boleh di bawa ke orang tua masing-masing? Karena pada umumnya, setiap orang tua akan membela anaknya sendiri dan akan menyalahkan pasangan anaknya tersebut. Tanpa memperhatikan terlebih dahulu siapa yang sesungguhnya layak dibela. Sehingga  akan menjadi coreng moreng bagi pasangan anaknya tersebut. 

B. Keuangan. Bila masing-masing suami istri mendapatkan penghasilan bulanan, bagaimana manajemen keuangan ini akan dijalankan? Misalnya, semua penghasilan suami-istri akan dikelola dengan baik oleh istri. Dalam pengelolaan keuangan keluarga ini, perlu juga memperhatikan kebiasaan suami atau istri sebelumnya yang berkaitan dengan keluarga besarnya.

Misalnya, sebelum menikah, suami atau istri biasa mengirim ke orang tuanya Rp. 200.000,- perbulan sebagai bentuk birrul walidain mereka kepada orang tuanya masing-masing. Jika hal ini akan terus dilanjutkan --sebaiknya terus dilanjutkan--, pastikan nominalnya sama dan tidak ada yang merasa dizhalimi atau tidak adil. Misal ke orang tua suami Rp. 200.000,-, sementara ke orang tua istri Rp. 100.000,-

Begitu juga jika bermaksud berbuat baik kepada adik, saudara, atau kerabat dari masing-masing ke dua belah pihak. Bahkan akan sangat indah jadinya, bila memberikan sesuatu kepada pihak keluarga istri, yang memberikannya adalah suami. Dan bila akan memberikan sesuatu kepada pihak keluarga suami, yang memberikannya adalah istri. Wuih…, indah banget. Benar-benar mendapat menantu yang dapat dibanggakan. 

C. Pekerjaan. Dalam berkeluarga, yang memiliki kewajiban mencari nafkah adalah suami. Tapi jika istri ingin membantu suami, itu diperbolehkan. Terlebih bila istri memiliki skill yang dapat menunjang keberlangsungan ekonomi keluarga. Dengan satu syarat, aktivitas istri tersebut tidak memalingkan dari kewajiban yang sesungguhnya mengurus suami, anak dan keluarga.

Sepakati di awal, bila istri mau tetap bekerja --karena bête tinggal di rumah--, padahal pendapatan suami masih cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga, agar istri tidak cengeng dan mengeluh sehabis bekerja, sehingga tidak dapat membahagiakan suami. Bila itu yang terjadi, sedari awal istri harus sudah menyadari untuk siap berhenti dari bekerja dan focus mengurus keluarga.

D. Pendidikan anak. Anak adalah amanah berharga yang dititipkan Allah Swt. pada keluarga. Kehadirannya jangan dipahami hanya sebagai akibat dari adanya suami istri, tetapi pahamilah sebagai kekayaan berharga yang harus dipelihara dan dijaga dengan baik. Termasuk pola pendidikannya dan akan diserahkan ke mana atau kepada siapa untuk mendidiknya. Baik saat anak masih balita maupun ketika menginjak remaja dan dewasa.

Sekali salah dalam memberikan asupan pendidikan yang menjadi modal dasar kehidupan (seperti ilmu agama), maka yang terjadi adalah penyesalan yang tak akan berkesudahan. Wal ‘iyadzubillah… Karena anaklah yang akan menjalankan estapeta perjuangan di masa depan. Insya Allah. 

Ketiga, bila perlu dituliskan, tuliskan semua komitmen tersebut dan dapat senantisa diingat oleh ke dua belah pasangan. 

Keempat, jalankan komitmen bersama tersebut dengan penuh kesungguhan dan tanggung jawab demi kebahagiaan bersama dalam menggapai rumah tangga bahagia yang sakinah, mawaddah, warrahmah, serta full barokah.
******

Obrolan sore segera berkahir, setelah semuanya keluar dengan mudah dan mengalir. Saya yakin masih banyak ilmu dan pengalamannya yang belum disampaikan. Namun waktu jua yang harus membatasi pertemuan itu. Sehingga obrolan pun harus segera di akhiri.

“Terima kasih pak atas semua ilmu dan pengalaman yang diberikan. Semoga di lain kesempatan bapak dapat kembali melanjutkan.” Pintaku di akhir perjumpaan.

“Insya Allah…” Sambil mengantarku ke depan, diiringi senyuman penuh kehangatan.

Artikel Terkait

Belum ada Komentar untuk "Komitmen Bersama Kunci Kebahagiaan Keluarga"

Posting Komentar

Bagaimana menurut anda? Tuliskan komentar anda pada di bawah ini.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel